WISATA KAWASAN PUNCAK MENOREH
Obyek wisata suroloyo merupakan hamparan
puncak tertinggi di kawasan Menoreh dengan ketinggian 999 mdpl. Lokasi wisata
berada pada koordinat UTM WGS 1994 zona 49S yaitu 409660 mU, 9154704 mT. Dari
puncak ini dapat melihat hamparan pegunungan di Jawa sebanyak 7 gunung apabila
kondisi cuaca bagus dan cerah. Pemandangan sunrise
dan sunset sangat menawan dilihat
di kawasan ini. Pada kondisi tertentu kawasan ini sering berkabut tebal
sehingga terasa sedang diatas Awan atau dengan hembusan angin membawa kabut
yang menyentuh tulang. Formasi batuan yang menjulang tinggi ini merupakan
tebing gunung api purba yang sangat resisten sehingga tidak mudah lapuk atau
mengalami erosi. Berikut ini adalah gambar kondisi kawasan Suroloyo dari citra
Google Earth :
Puncak induk : Suroloyo
Puncak 1 : Sariloyo
Puncak 2 : Kaendran
Cuplikan Kisah di Suroloyo
Seorang pujangga
dari Keraton Surakarta yang bernama Ngabehi Yasadipura dalam kitab berjudul
Cabolek yang ditulisnya mengisahkan bahwa Raden Mas Rangsang, Putra Mahkota
Kerajaan Mataram Islam, pernah menerima wangsit untuk menjadi penguasa tanah
Jawa. Raden Mas Rangsang diharuskan berjalan kaki dari keraton di wilayah
Kotagede, Kota Yogyakarta, ke arah barat. Setelah menempuh jarak sekitar 40
kilometer dan tiba di wilayah Pegunungan Menoreh, ia jatuh pingsan karena
kelelahan. Dalam pingsannya, Raden Mas Rangsang mendapat wangsit (petunjuk yang
kedua). Wangsit tersebut memerintahkan agar Raden Mas Rangsang, yang ketika
besar bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma, untuk melakukan tapa kesatrian di
tempat itu. Tempat itulah yang kini disebut dengan Puncak Suroloyo [1].
Puncak Suroloyo adalah kawasan
wisata yang sarat akan keberadaan mitos. Selain cerita yang dikaitkan dengan
Sultan Agung tersebut, Puncak Suroloyo juga tidak lepas dari mitos sebagai
kiblat pancering bumi (pusat dari empat penjuru) di tanah Jawa. Masyarakat
setempat percaya bahwa puncak ini adalah titik pusat Pulau Jawa jika ditarik
dari garis utara ke selatan dan dari arah barat ke timur Pulau Jawa. Mitos
inilah yang menyebabkan pada malam Satu Suro ( 1 Muharam) kawasan ini sangat
ramai dikunjungi oleh pengunjung. Para pengunjung ini, kebanyakan melakukan
ritual untuk menolak bala yang dipercaya orang Jawa akan datang pada bulan Sura
[1].
Pada Masa Hindu kuno, masyarakat
mempercayai bahwa Kayangan atau tempat bersemayam para dewa berada di Gunung
Himalaya, puncak gunung tertinggi di dunia. Namun, cukup sulit pada saat itu
membayangkan seperti apa Puncak Himalaya sebagai tempat para dewa. Karena
itulah, para pendeta Hindu menjadikan Puncak Suroloyo sebagai peraga Kayangan.
Pada waktu itu Puncak Suroloyo dikenal sebagai tempat tertinggi di kera jaan Mataram [1].
Selain Puncak Suroloyo, di kawasan
Suroloyo juga terdapat tempat lain yang tidak lepas dari mitos, yakni pertapaan
Mintorogo. Dalam cerita pewayangan, pertapaan Mintorogo merupakan tempat
bertapa Janaka untuk memperoleh senjata berupa panah yang digunakan saat Perang
Bharatayuda dan berhasil mengalahkan Raja Newatakawaca. Nama Mintorogo diambil
dari Kyai Ajar Mintorogo, sedangkan secara harfiah Mintorogo sendiri berarti
kehidupan yang sederhana dan bersahaja [1].
Selain Mitorogo, kawasan Suroloyo
yang direkomendasikan untuk dikunjungi adalah Sendang Kadiwatan dan Sendang
Kawidodaren yang juga dipercaya menjadi tempat suci, karena diyakini sebagai
tempat mandi para para dewa dan bidadari. Selain kedua sendang tersebut, ada
pula Enceh Suci yang merupakan sebuah padasan, yang konon merupakan bekas
masjid [1].
Puncak induk :
Suroloyo
Puncak Suroloyo adalah puncak bukit
tertinggi di Pegunungan Menoreh. Puncak yang menjadi bagian dari histori
Kerajaan Mataram Islam itu, kini menjadi kawasan wisata alam pegunungan di
bagian barat DIY. Perjalanan mendaki bukit yang penuh kelok dan liku itu akan
terobati setelah tiba di Puncak Suroloyo. Dari puncak setinggi 1.019 meter itu,
pengunjung dapat menikmati keindahan lanskap Pulau Jawa ke delapan penjuru mata
angin, menatap gunung hingga pantai dengan jarak pandang ratusan kilometer [1].
Puncak 1 : Kaendran
Puncak 2 : Sariloyo
Pertapaan Sariloyo merupakan tempat
paling ideal untuk menikmati lanskap Gunung Sumbing dan Sindoro di Provinsi
Jawa Tengah (Jateng) dengan kawasan hutan lindung dan tekstur berbukit-bukit.
Sebelum mencapai gardu yang berada 200 meter sebelah barat puncak Suroloyo itu,
terdapat tanah datar yang disebut Tegal Kepanasan, tugu setinggi satu meter
tersebut juga sebagai penanda batas wilayah Provinsi DIY dengan Jateng [1].
Puncak Suroloyo menjadi tempat
Batara Guru yaitu pimpinan para dewa. Dan di tempat ini pula Ki Semar, atau Ki
Ismoyo, atau Bodronoyo berada mengasuh Petruk, Bagong, Gareng dan memomong para
ksatria Pandawa. Itulah sebabnya sebagian orang menyebut Puncak Suroloyo
sebagai “rumah Ki Semar”. Dan tak heran juga jika hamper seluruh masyarakat
yang tinggal di kawasan Puncak Suroloyo ini menjadikan Ki Semar sebagai symbol
dan sekaligus pedoman hidup [2].
Ada 4 fenomena di kawasan suroloyo
[2] :
- Dalam lakon pewayangan yang sampai sekarang kita tonton, hampir semua nama tempat yang disebutkan itu sampai sekarang masih ada dan dijadikan nama tempat itu. Tempat-tempat itu adalah :
- Puncak Suroloyo adalah tempat Batara Guru
- Repat Kepanasan (Tegal Kepanasan) yaitu tempat rapatnya para dewa. Dan tempat itu memang ada sampai sekarang.
- Sariloyo, yaitu tempat para dewa menyimpulkan hasil rapat. Tempatnya tinggi kira-kira 200 meter dari repat kepanasan.
- Kaendran adalah tempat pertapaan para ksatria dalam cerita pewayangan.
- Pertapaan Mintorogo dalam cerita pewayangan, dan tempat itu sekarang juga masih ada.
- Sendang Kawidodaren, yaitu tempat para ksatria mandi dan mensucikan diri setelah melakukan pertapaan. Dan tempat itu juga masih ada sekarang.
- Tempat-tempat di kawasan Puncak Suroloyo ini telah menginspirasi para pencipta cerita-cerita pewayangan pada ratusan abad lalu. Dan jika benar Kanjeng Sunan Kali Jaga sebagai pencipta cerita-cerita wayang sebagai media dakwah, berarti beliau telah mengenal atau kemungkinan pernah menetap di tempat ini.
- Di salah satu rumah sesepuh dusun Keceme ada tersimpan 2 (dua) pusaka Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yaitu :Tombak Kyai Manggolo Murti danSongsong Kyai Manggolo Dewo. Pertanyaannya adalah : mengapa Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada waktu masih hidup menitipkan kedua pusaka itu di kawasan Puncak Suroloyo ? Mengapa tidak di tempat lain. Apa makna tempat ini bagi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dulu dan sampai hari ini ?
- Pada setiap tgl. 1 Suro pada kalender Jawa, ribuan orang datang berkinjung ke kawasan Puncak Suroloyo ini untuk mengikuti upacara “suroan”. Para pengunjung itu berasal dari berbagai wilayah di pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Dan tentunya juga banyak diantara mereka yang datang itu berpengetahuan dan berpengalaman dan mungkin para pejabat, guru, dosen, atau para intelektual.
Referensi :
[1]
Pramono, Adi Tri. 2010. Sumber : http://jogjatrip.com/id/399/Puncak-Suroloyo