Kamis, 30 April 2015

Pancering Bumi (puncak/igir-igir bukit atau pegunungan sebagai tempat penyangga kehidupan)

WISATA KAWASAN PUNCAK MENOREH

Obyek wisata suroloyo merupakan hamparan puncak tertinggi di kawasan Menoreh dengan ketinggian 999 mdpl. Lokasi wisata berada pada koordinat UTM WGS 1994 zona 49S yaitu 409660 mU, 9154704 mT. Dari puncak ini dapat melihat hamparan pegunungan di Jawa sebanyak 7 gunung apabila kondisi cuaca bagus dan cerah. Pemandangan sunrise dan sunset sangat menawan dilihat di kawasan ini. Pada kondisi tertentu kawasan ini sering berkabut tebal sehingga terasa sedang diatas Awan atau dengan hembusan angin membawa kabut yang menyentuh tulang. Formasi batuan yang menjulang tinggi ini merupakan tebing gunung api purba yang sangat resisten sehingga tidak mudah lapuk atau mengalami erosi. Berikut ini adalah gambar kondisi kawasan Suroloyo dari citra Google Earth :

Puncak induk  : Suroloyo
Puncak 1         : Sariloyo
Puncak 2         : Kaendran

Cuplikan Kisah di Suroloyo
Seorang pujangga dari Keraton Surakarta yang bernama Ngabehi Yasadipura dalam kitab berjudul Cabolek yang ditulisnya mengisahkan bahwa Raden Mas Rangsang, Putra Mahkota Kerajaan Mataram Islam, pernah menerima wangsit untuk menjadi penguasa tanah Jawa. Raden Mas Rangsang diharuskan berjalan kaki dari keraton di wilayah Kotagede, Kota Yogyakarta, ke arah barat. Setelah menempuh jarak sekitar 40 kilometer dan tiba di wilayah Pegunungan Menoreh, ia jatuh pingsan karena kelelahan. Dalam pingsannya, Raden Mas Rangsang mendapat wangsit (petunjuk yang kedua). Wangsit tersebut memerintahkan agar Raden Mas Rangsang, yang ketika besar bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma, untuk melakukan tapa kesatrian di tempat itu. Tempat itulah yang kini disebut dengan Puncak Suroloyo [1].
Puncak Suroloyo adalah kawasan wisata yang sarat akan keberadaan mitos. Selain cerita yang dikaitkan dengan Sultan Agung tersebut, Puncak Suroloyo juga tidak lepas dari mitos sebagai kiblat pancering bumi (pusat dari empat penjuru) di tanah Jawa. Masyarakat setempat percaya bahwa puncak ini adalah titik pusat Pulau Jawa jika ditarik dari garis utara ke selatan dan dari arah barat ke timur Pulau Jawa. Mitos inilah yang menyebabkan pada malam Satu Suro ( 1 Muharam) kawasan ini sangat ramai dikunjungi oleh pengunjung. Para pengunjung ini, kebanyakan melakukan ritual untuk menolak bala yang dipercaya orang Jawa akan datang pada bulan Sura [1].
Pada Masa Hindu kuno, masyarakat mempercayai bahwa Kayangan atau tempat bersemayam para dewa berada di Gunung Himalaya, puncak gunung tertinggi di dunia. Namun, cukup sulit pada saat itu membayangkan seperti apa Puncak Himalaya sebagai tempat para dewa. Karena itulah, para pendeta Hindu menjadikan Puncak Suroloyo sebagai peraga Kayangan. Pada waktu itu Puncak Suroloyo dikenal sebagai tempat tertinggi di kera  jaan Mataram [1].
Selain Puncak Suroloyo, di kawasan Suroloyo juga terdapat tempat lain yang tidak lepas dari mitos, yakni pertapaan Mintorogo. Dalam cerita pewayangan, pertapaan Mintorogo merupakan tempat bertapa Janaka untuk memperoleh senjata berupa panah yang digunakan saat Perang Bharatayuda dan berhasil mengalahkan Raja Newatakawaca. Nama Mintorogo diambil dari Kyai Ajar Mintorogo, sedangkan secara harfiah Mintorogo sendiri berarti kehidupan yang sederhana dan bersahaja [1].
Selain Mitorogo, kawasan Suroloyo yang direkomendasikan untuk dikunjungi adalah Sendang Kadiwatan dan Sendang Kawidodaren yang juga dipercaya menjadi tempat suci, karena diyakini sebagai tempat mandi para para dewa dan bidadari. Selain kedua sendang tersebut, ada pula Enceh Suci yang merupakan sebuah padasan, yang konon merupakan bekas masjid [1].

Puncak induk : Suroloyo
Puncak Suroloyo adalah puncak bukit tertinggi di Pegunungan Menoreh. Puncak yang menjadi bagian dari histori Kerajaan Mataram Islam itu, kini menjadi kawasan wisata alam pegunungan di bagian barat DIY. Perjalanan mendaki bukit yang penuh kelok dan liku itu akan terobati setelah tiba di Puncak Suroloyo. Dari puncak setinggi 1.019 meter itu, pengunjung dapat menikmati keindahan lanskap Pulau Jawa ke delapan penjuru mata angin, menatap gunung hingga pantai dengan jarak pandang ratusan kilometer [1].
Puncak 1        : Kaendran
Puncak 2        : Sariloyo
Pertapaan Sariloyo merupakan tempat paling ideal untuk menikmati lanskap Gunung Sumbing dan Sindoro di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) dengan kawasan hutan lindung dan tekstur berbukit-bukit. Sebelum mencapai gardu yang berada 200 meter sebelah barat puncak Suroloyo itu, terdapat tanah datar yang disebut Tegal Kepanasan, tugu setinggi satu meter tersebut juga sebagai penanda batas wilayah Provinsi DIY dengan Jateng [1].
Puncak Suroloyo menjadi tempat Batara Guru yaitu pimpinan para dewa. Dan di tempat ini pula Ki Semar, atau Ki Ismoyo, atau Bodronoyo berada mengasuh Petruk, Bagong, Gareng dan memomong para ksatria Pandawa. Itulah sebabnya sebagian orang menyebut Puncak Suroloyo sebagai “rumah Ki Semar”. Dan tak heran juga jika hamper seluruh masyarakat yang tinggal di kawasan Puncak Suroloyo ini menjadikan Ki Semar sebagai symbol dan sekaligus pedoman hidup [2].

Ada 4 fenomena di kawasan suroloyo [2] :
  1. Dalam lakon pewayangan yang sampai sekarang kita tonton, hampir semua nama tempat yang disebutkan itu sampai sekarang masih ada dan dijadikan nama tempat itu. Tempat-tempat itu adalah :
  • Puncak Suroloyo adalah tempat Batara Guru
  • Repat Kepanasan (Tegal Kepanasan) yaitu tempat rapatnya para dewa. Dan tempat itu memang ada sampai sekarang.
  • Sariloyo, yaitu tempat para dewa menyimpulkan hasil rapat. Tempatnya tinggi kira-kira 200 meter dari repat kepanasan.
  • Kaendran adalah tempat pertapaan para ksatria dalam cerita pewayangan.
  • Pertapaan Mintorogo dalam cerita pewayangan, dan tempat itu sekarang juga masih ada.
  • Sendang Kawidodaren, yaitu tempat para ksatria mandi dan mensucikan diri setelah melakukan pertapaan. Dan tempat itu juga masih ada sekarang.
  1. Tempat-tempat di kawasan Puncak Suroloyo ini telah menginspirasi para pencipta cerita-cerita pewayangan pada ratusan abad lalu. Dan jika benar Kanjeng Sunan Kali Jaga sebagai pencipta cerita-cerita wayang sebagai media dakwah, berarti beliau telah mengenal atau kemungkinan pernah menetap di tempat ini.
  2. Di salah satu rumah sesepuh dusun Keceme ada tersimpan 2 (dua) pusaka Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yaitu :Tombak Kyai Manggolo Murti danSongsong Kyai Manggolo Dewo. Pertanyaannya adalah : mengapa Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada waktu masih hidup menitipkan kedua pusaka itu di kawasan Puncak Suroloyo ? Mengapa tidak di tempat lain. Apa makna tempat ini bagi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dulu dan sampai hari ini ?
  3. Pada setiap tgl. 1 Suro pada kalender Jawa, ribuan orang datang berkinjung ke kawasan Puncak Suroloyo ini untuk mengikuti upacara “suroan”. Para pengunjung itu berasal dari berbagai wilayah di pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Dan tentunya juga banyak diantara mereka yang datang itu berpengetahuan dan berpengalaman dan mungkin para pejabat, guru, dosen, atau para intelektual. 



Referensi : 
[1] Pramono, Adi Tri. 2010. Sumber : http://jogjatrip.com/id/399/Puncak-Suroloyo

Kamis, 09 April 2015

Memayu Hayuning Bawana

Memayu Hayuning Bawana : selalu memperbaiki dari dan senantiasa berbuat baik. Memayu : melindungi atau melakukan perbaikan terhadap sesuatu yang berhubungan dengan seuatu hal atau benda. Kata “ Mayu” yang berarti kecantikan, keindahan atau keselamatan. Dalam istilah bangunan mayu adalah menambahkan atap untuk menghindari dari hujan dan terik panas matahari. Maka memayu memberikan istilah bahwa memberikan sesuatu pada benda atau memperlakukan suatu benda sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tujuan yang dicapai, yaitu kenyamanan, keselamatan, ketenangan, keindahan/ kecantikan. Hal ini memberikan hubungan pada kesejahteraan dalam suatu ruang dan waktu. Dengan demikian memayu merupakan usaha melindungi sesuatu hal yang memiliki nilai penting atau keluhuran tertentu. Hayuning : mengajak mengusahakan, melestarikan atau menjaga keindahan atau kecantikan, kebajikan.  Kata “hayu” merupakan kecantikan atau sesuatu hal memiliki nilai keindahan. Dengan demikian hayuning merupakan sesuatu hal yang dianggap memiliki nilai keindahan/kebaikan. Bawana : keberadaan secara fisik dan non fisik, nyata dan tidak nyata. Bawana terdiri dari tiga macam yaitu bawana alit (kecil) yaitu diri pribadi., Bawana Agung (besar) yaitu masyarakat, bangsa, negara atau kelopok dan atau suku-suku tertentu secara global, Bawana Langgeng (abadi) yaitu alam yang tidak terbayang dalam jangkauan logika manusia yaitu alam akhirat. Dengan demikian arti bawana merupakan kehidupan.
         Secara khusus arti Memayu Hayuning Bawana adalah menjaga atau melindungi segala sesuatu yang bersifat lebih baik atau lebih indah untuk mencapai kehidupan yang sejahtera. Pengertian ini pada setiap bidang tertentu memiliki makna berbeda-beda. Dalam bidang lingkungan maka mengartikan agar kita menjaga dan memelihara alam menjadi lebih baik untuk memenuhi kebutuhan manusia agar dapat hidup dengan sejahtera serta berkelanjutan, sehingga alam tetap lestari ( selalu ada untuk dibutuhkan).

Pengertian ini berdasarakan pemahaman yang diketahui penulis