Curug sidoharjo atau grojogan
sidoharjo merupakan air yang mengalir meewati batuan yang memiliki bentukan
patahan dari jenis batuan clastic limestone. Patahan yang terjadi merupakan
aktifiras tektonik terdahulu. Karakter batuan sangat resisten, sehingga tingkat
pelapukan sangat rendah (koordinat UTM
zone 49 S 0412001,9152115 ketinggian tempat sekitar 465 mdpl). Batuan limestone
atau batuan kapur, tetapi karakteristik batuan kapur berbeda dari batuan kapur
Gunung Kidul. Batuan kawasan ini merupakan hasil rombakan dari jenis batu
gamping non clastic limestone.
Limestone atau batu gamping adalah batuan
sedimen yang memiliki komposisi mineral utama dari kalsit (CaCO3). Teksturnya
bervariasi antara rapat, afanitis, berbutir kasar, kristalin atau oolit.
Batu gamping dapat terbentuk baik karena hasil dari proses organisme atau
karena proses anorganik. Batu gamping dapat dibedakan menjadi batu gamping
terumbu, calcilutite, dan calcarenit (Nurrizki, 2009). Batu gamping terditi
dari 2 sifat batu gamping klastik dan batu gamping non-klastik. Batu gamping klastik merupakan hasil rombakan jenis batu
gamping non klastik melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi dan
terakhir sedimentasi selama proses tersebut banyak mineral-mineral lain yang
terikut yang merupakan pengotor, sehingga sering dijumpai variasi warna dari
batu gamping itu sendiri. seperti warna putih abu-abu muda, abu-abu tua, merah
bahkan hitam. Batu gamping non klastik merupakan koloni dari binatang-binatang
laut dari Coelentrata, Moluska, Protozoa dan Foraminifera atau batu gamping
koral karena penyusun utamnya adalah koral.(Septiyani. 2015).
Kondisi Lansekap Curug Sidoharjo tersaji pada berbagai
gambar berikut :
1.
Lokasi wisata dilihat dari citra Google
Earth
2.
Pemandangan ketika menuju ke lokasi Air
Terjun
3.
Pemandangan ketika sampai dilokasi Curug
Sidoharjo
4.
Kondisi pemandangan ketika menuju puncak
air terjun
5.
Kondisi pemandangan ketika sampai di
puncak air terjun
Jika bosen ke curug sidoharjo, maka anda
belum menggunakan ilmu anda untuk memahami suatu fenomena alam. Fenomena alam
yang dapat dipelajari dikawasan ini adalah dari segi geologi, ekosistem purba
kawasan Mikro DAS Curug Sidoharjo, sosial masyarakat di Desa Sidoharjo, mitos
dan realita yang berkembang di kawasan ini, flora dan fauna. Fauna monyet ekor
panjang terdapat dikawasan Curug sidoharjo. Hewan ini dapat dijumpai ketika
kondisi curug tidak ramai, dia muncul saat pagi dan sore. Untuk menjaga sifat
alami hewan, wisatawan dilarang memberi makan monyet ekor panjang atau
meninggalkan sisa makanan dan sampah di kawasan curug. Hal ini dapat berakibat
pada perilaku monyet yang alami takut pada manusia menjadi berani terhadap
manusia. Hal yang ditakutkan dari fenomena ini adalah monyet berani merambah
pemukiman dan mengganggu manusia serta merusak tanaman-tanaman yang ditanam
masyarakat. Untuk mengantisipasi hal ini pengembangan tanaman buah-buahan yang
sesuai dapat ditanam pada daerah sempadan
sungai/ tepi sungai. Serta pembuatan koridor antar wilayah tempat monyet
berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain supaya populasi monyet tidak
meraja lela pada satu wilayah, sehingga ketika stok pakan habis maka monyet
akan merambah kawasan pemukiman dan atau kawasan pertanian.
Pengembangan wisata harus melibatkan
banyak aktor berkepentingan, mulai dari pemuda desa yang tergabung dalam Karang
Taruna Desa (KTD) Sidoharjo dan peran Dusun sekitar lokasi wisata. Dinas
pariwisata (mengembangkan kualitas kawasan wisata dengan pertimbangan, ekologi,
sosial, ekonomi, dan aspek kebencanaan), dinas pertanian, kehutanan dan
lingkungan hidup berperan dalam pemberdayaan masyarakat dalam hal peningkatan
produktifitas kawasan untuk kesejahteraan masyarakat berupa peningkatan produk
pertanian (padi, sayur, buah, ubi dll) produk kehutanan (kayu, tanaman obat/
tumbuhan herbal, satwa, pelestarian sumber air, rehabilitasi). Peran dinas UMKM
berupa mengembangkan unit usaha mikro masyarakat dari hasil produk pertanian
dan kehutanan. TAGANA dan atau BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) berperan dalam pengelolaan daerah rawan
longsor di kawasan wisata agar tidak terjadi bencana hal ini dapat dilakukan
sebelum adanya bencana sebagai bentuk pra-mitigasi bencana longsor. hal-hal
yang dapat dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat dalam aspek mitigasi
bencana longsor. hal penting dalam penanggulangan bencana longsor adalah
pengelolaan lahan oleh masyarakat melalui pemilihan jenis yang baik (tanaman
dengan perakaran tunjang memiliki akar serabut banyak salah satu contohnya
cengkeh, dan tanaman perakaran dalam seperti sengon, mahoni dll) dan pola tanam
yang baik agar akar pohon berfungsi sebagai pemerkuat tanah agar tidak geser
atau longsor. pengembangan tanaman bawah tegakan hutan seperti palawijo
contohnya kapulogo dapat membantu perkuatan akar dan mengendalikan erosi pada
daerah rawan longsor dan erosi. Hal paling penting di kawasan pemukiman adalah
pengaturan drainase akar longsor kawasan pemukiman minimal dan tidak
menimbulkan bencana. Dalam hal ini pengembangan komoditi untuk rehabilitasi
hutan dan lahan harus mempertimbangkan kemauan masyarakat dalam menanam jenis
tertentu serta keberadaan pasar dari hasil yang diperoleh.
Wilayah kelola hutan dan lahan kawasan
curug difungsikan untuk pelestarian sumber air agar air terjun memiliki air
yang lestari, sehingga pemandangannya dapat dinikmati kapanpun baik pada musim
kemarau dan penghujan. Indikator bahwa kawasan catchment area atau daerah aliran sungai (DAS) mengalami penurunan
kualitas lahan untuk mendukung sumber air adalah air sungai yang berwarna
sangat coklat. Hal ini menandakan bahwa kawasan puncak belum berfungsi sebagai
pengendali erosi. Hal ini menunjukkan bahwa pengkayaan tumbuhan bawah belum
optimal.
Berikut adalah peta wilayah catchment area
sumber air curuk dan wilayah mikro DAS :
Peta ini berfungsi sebagai pendukung usaha
pelestarian wisata kawasan Curuk Sidoharjo yang dapat dimanfaatkan oleh
pengelola wisata Curug dari segi pelestarian sumber air. selain itu berfungsi
sebagai penggambaran lokasi.
Nurrizqi, Erstayudha. 2009. http://udhnr.blogspot.com/2009/02/batuan-sedimen.html
Septiyani, Riska. 2015.
http://www.academia.edu/4984736/Nama_nama_batuan_sedimen