Jumat, 20 Maret 2015

Mikro DAS Curug Sidoharjo


Curug sidoharjo atau grojogan sidoharjo merupakan air yang mengalir meewati batuan yang memiliki bentukan patahan dari jenis batuan clastic limestone. Patahan yang terjadi merupakan aktifiras tektonik terdahulu. Karakter batuan sangat resisten, sehingga tingkat pelapukan sangat rendah  (koordinat UTM zone 49 S 0412001,9152115 ketinggian tempat sekitar 465 mdpl). Batuan limestone atau batuan kapur, tetapi karakteristik batuan kapur berbeda dari batuan kapur Gunung Kidul. Batuan kawasan ini merupakan hasil rombakan dari jenis batu gamping non clastic limestone.
Limestone atau batu gamping adalah batuan sedimen yang memiliki komposisi mineral utama dari kalsit (CaCO3). Teksturnya bervariasi antara rapat, afanitis, berbutir kasar,  kristalin atau oolit. Batu gamping dapat terbentuk baik karena hasil dari proses organisme atau karena proses anorganik. Batu gamping dapat dibedakan menjadi batu gamping terumbu, calcilutite, dan calcarenit (Nurrizki, 2009). Batu gamping terditi dari 2 sifat batu gamping klastik dan batu gamping non-klastik. Batu gamping klastik merupakan hasil rombakan jenis batu gamping non klastik melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi dan terakhir sedimentasi selama proses tersebut banyak mineral-mineral lain yang terikut yang merupakan pengotor, sehingga sering dijumpai variasi warna dari batu gamping itu sendiri. seperti warna putih abu-abu muda, abu-abu tua, merah bahkan hitam. Batu gamping non klastik merupakan koloni dari binatang-binatang laut dari Coelentrata, Moluska, Protozoa dan Foraminifera atau batu gamping koral karena penyusun utamnya adalah koral.(Septiyani. 2015).
Kondisi Lansekap Curug Sidoharjo tersaji pada berbagai gambar berikut :
1.     Lokasi wisata dilihat dari citra Google Earth

2.     Pemandangan ketika menuju ke lokasi Air Terjun








3.     Pemandangan ketika sampai dilokasi Curug Sidoharjo



4.     Kondisi pemandangan ketika menuju puncak air terjun








5.     Kondisi pemandangan ketika sampai di puncak air terjun




Jika bosen ke curug sidoharjo, maka anda belum menggunakan ilmu anda untuk memahami suatu fenomena alam. Fenomena alam yang dapat dipelajari dikawasan ini adalah dari segi geologi, ekosistem purba kawasan Mikro DAS Curug Sidoharjo, sosial masyarakat di Desa Sidoharjo, mitos dan realita yang berkembang di kawasan ini, flora dan fauna. Fauna monyet ekor panjang terdapat dikawasan Curug sidoharjo. Hewan ini dapat dijumpai ketika kondisi curug tidak ramai, dia muncul saat pagi dan sore. Untuk menjaga sifat alami hewan, wisatawan dilarang memberi makan monyet ekor panjang atau meninggalkan sisa makanan dan sampah di kawasan curug. Hal ini dapat berakibat pada perilaku monyet yang alami takut pada manusia menjadi berani terhadap manusia. Hal yang ditakutkan dari fenomena ini adalah monyet berani merambah pemukiman dan mengganggu manusia serta merusak tanaman-tanaman yang ditanam masyarakat. Untuk mengantisipasi hal ini pengembangan tanaman buah-buahan yang sesuai dapat ditanam pada daerah  sempadan sungai/ tepi sungai. Serta pembuatan koridor antar wilayah tempat monyet berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain supaya populasi monyet tidak meraja lela pada satu wilayah, sehingga ketika stok pakan habis maka monyet akan merambah kawasan pemukiman dan atau kawasan pertanian.
Pengembangan wisata harus melibatkan banyak aktor berkepentingan, mulai dari pemuda desa yang tergabung dalam Karang Taruna Desa (KTD) Sidoharjo dan peran Dusun sekitar lokasi wisata. Dinas pariwisata (mengembangkan kualitas kawasan wisata dengan pertimbangan, ekologi, sosial, ekonomi, dan aspek kebencanaan), dinas pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup berperan dalam pemberdayaan masyarakat dalam hal peningkatan produktifitas kawasan untuk kesejahteraan masyarakat berupa peningkatan produk pertanian (padi, sayur, buah, ubi dll) produk kehutanan (kayu, tanaman obat/ tumbuhan herbal, satwa, pelestarian sumber air, rehabilitasi). Peran dinas UMKM berupa mengembangkan unit usaha mikro masyarakat dari hasil produk pertanian dan kehutanan. TAGANA dan atau BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah)  berperan dalam pengelolaan daerah rawan longsor di kawasan wisata agar tidak terjadi bencana hal ini dapat dilakukan sebelum adanya bencana sebagai bentuk pra-mitigasi bencana longsor. hal-hal yang dapat dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat dalam aspek mitigasi bencana longsor. hal penting dalam penanggulangan bencana longsor adalah pengelolaan lahan oleh masyarakat melalui pemilihan jenis yang baik (tanaman dengan perakaran tunjang memiliki akar serabut banyak salah satu contohnya cengkeh, dan tanaman perakaran dalam seperti sengon, mahoni dll) dan pola tanam yang baik agar akar pohon berfungsi sebagai pemerkuat tanah agar tidak geser atau longsor. pengembangan tanaman bawah tegakan hutan seperti palawijo contohnya kapulogo dapat membantu perkuatan akar dan mengendalikan erosi pada daerah rawan longsor dan erosi. Hal paling penting di kawasan pemukiman adalah pengaturan drainase akar longsor kawasan pemukiman minimal dan tidak menimbulkan bencana. Dalam hal ini pengembangan komoditi untuk rehabilitasi hutan dan lahan harus mempertimbangkan kemauan masyarakat dalam menanam jenis tertentu serta keberadaan pasar dari hasil yang diperoleh.
Wilayah kelola hutan dan lahan kawasan curug difungsikan untuk pelestarian sumber air agar air terjun memiliki air yang lestari, sehingga pemandangannya dapat dinikmati kapanpun baik pada musim kemarau dan penghujan. Indikator bahwa kawasan catchment area atau daerah aliran sungai (DAS) mengalami penurunan kualitas lahan untuk mendukung sumber air adalah air sungai yang berwarna sangat coklat. Hal ini menandakan bahwa kawasan puncak belum berfungsi sebagai pengendali erosi. Hal ini menunjukkan bahwa pengkayaan tumbuhan bawah belum optimal.  
Berikut adalah peta wilayah catchment area sumber air curuk dan wilayah mikro DAS :

Peta ini berfungsi sebagai pendukung usaha pelestarian wisata kawasan Curuk Sidoharjo yang dapat dimanfaatkan oleh pengelola wisata Curug dari segi pelestarian sumber air. selain itu berfungsi sebagai penggambaran lokasi.


Nurrizqi, Erstayudha. 2009. http://udhnr.blogspot.com/2009/02/batuan-sedimen.html 
Septiyani, Riska. 2015. http://www.academia.edu/4984736/Nama_nama_batuan_sedimen


Tidak ada komentar:

Posting Komentar